Trenggalek - Polemik muncul di Desa Sukowetan, Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek, terkait surat pemberitahuan penggalangan dana untuk pengadaan Mobil Siaga. Surat tersebut menjadi viral di media sosial setelah diunggah oleh akun Instagram @txt_jatim pada 13 Maret 2025. Dalam surat itu, warga diminta untuk berpartisipasi dengan iuran minimal Rp 50 ribu per Kartu Keluarga (KK).
Sejumlah warga merasa keberatan dengan adanya iuran tersebut. Seorang lansia, N (85), mengaku harus menjual dua tandan pisang seharga Rp 60 ribu demi bisa membayar iuran. "Saya menjual dua pohon pisang yang berbuah, karena warga-warga yang lain sudah membayar semua dan saya yang belum sendiri," ujarnya. Ia juga mengeluhkan ketidakjelasan mengenai penggunaan mobil tersebut serta aksesnya bagi warga yang tidak memiliki ponsel.
Keberatan serupa datang dari warga lain, P (65) dan T (55), yang mempertanyakan mengapa pengadaan mobil siaga tidak menggunakan anggaran dari pemerintah desa. "Seluruh warga telah membayar, namun tidak sedikit yang merasa resah dan terberatkan," ungkap P. Sementara itu, T menambahkan, "Anak-anak muda atau kelompok juga tidak ada yang menolak permintaan iuran tersebut, malah saya sempat dengar jika menggunakan mobil siaga masih harus membayar sopirnya."
Menanggapi polemik ini, Kepala Desa Sukowetan, Sururi, menegaskan bahwa iuran tersebut bersifat sukarela dan tidak wajib. "Itu tidak mengikat, tidak harus. Bagi warga yang menghendaki itu monggo, itu bukan iuran wajib," jelasnya. Namun, isi surat pemberitahuan dari panitia pengadaan mobil tidak secara jelas menyatakan bahwa iuran bersifat sukarela, sehingga menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat.
Sururi juga mengakui bahwa pengadaan mobil siaga bisa dianggarkan melalui Dana Desa (DD) atau APBDes, namun ada prosedur administratif yang harus dipenuhi. "Kita mencoba memberikan pemahaman kalau kita menggunakan dana desa, pengalaman di desa-desa di Jombang dan sebagainya. Kita cegeh dengan SPJ, SOP-nya dan lain sebagainya," jelasnya.
Setelah mendapat banyak masukan dari warga, panitia dan kepala desa sepakat untuk merevisi surat pemberitahuan tersebut. Revisi ini akan menegaskan bahwa sumbangan bersifat sukarela dan tidak akan dipatok minimal Rp 50 ribu. "Sumbangan, nanti bahasanya seperti itu. Sebagai cara memperjelas dan mengantisipasi pemahaman yang keliru, kita siap meluncurkan surat yang isinya sumbangan dan juga tidak mematok," ujar Sururi.
Revisi surat akan dibahas dalam rapat desa yang dijadwalkan pada 17 Maret 2025. Rapat ini bertepatan dengan pertemuan tahunan menjelang Idulfitri, di mana seluruh Ketua RT dan RW akan dikumpulkan untuk membahas berbagai kebijakan desa. "Tiap mau melaksanakan Idulfitri, kita mengumpulkan RT/RW terkait dengan beberapa hal yang perlu dilaksanakan di desa. Alhamdulillah Senin itu bertepatan mengumpulkan RT/RW, sekaligus kita merembuk masalah itu," tambah Sururi.
Ketua Panitia Pengadaan Mobil Siaga, Purwito, menjelaskan bahwa penggalangan dana ini bertujuan untuk memperkuat solidaritas antarwarga. Ia menegaskan bahwa mobil siaga sebelumnya telah banyak membantu warga dalam keadaan darurat. "Ketika masyarakat ingin menjemput dari rumah sakit Tulungagung ke Trenggalek itu sudah berapa biayanya. Dengan adanya itu (mobil siaga, Red), itu untuk membantu warga. Memang kami tidak membantu secara uang, paling tidak ini membantu tenaga," jelasnya.
Meskipun sempat terjadi kesalahpahaman, panitia tidak keberatan untuk merevisi surat pemberitahuan. Purwito menegaskan bahwa sumbangan bersifat sukarela, dan tidak ada kewajiban bagi warga yang tidak mampu untuk ikut serta. "Mobil siaga itu nantinya untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat Desa Sukowetan. Karena pengin kalau Desa Sukowetan itu kompak, rukun kegiatan-kegiatan sosialnya," pungkasnya.